Agresif Berarti Maskulin?

Melihat acara TV beberapa hari yang lalu mengenai perilaku Geng NERO yang melakukan kekerasan kepada anggotanya, mengingatkan saya akan perilaku anak-anak murid saya di sekolah yang sudah mulai menunjukkan agresivitas kepada teman sekelasnya. Kebetulan siswa saya juga perempuan. Ia bisa melakukan kekerasan kepada teman perempuan bahkan juga berani kepada teman laki-laki. Saya sebagai guru kelas, sudah berusaha menghentikan perilaku agresifnya namun ia akan kembali lagi ke perilaku memukul, menarik baju, melempar batu, buku atau apapun yang ada di dekatnya ke arah teman yang membuatnya kesal. Sebagai guru, saya prihatin dengan perilaku siswa-siswa saya tersebut, apa yang bisa saya lakukan untuk menghentikannya? Untuk mencegahnya? Apakah ini sebagai bentuk/ manifestasi dari emansipasi perempuan yang tidak mau kalah dengan laki-laki?

Ibu Dina, guru di Kotagede

Jawab:

Salam hangat Bu Dina, semoga tetap semangat mendidik putra-putri di sekolah. Menanggapi surat ibu, saya melihat ada 3 permasalahan yang ibu kemukakan, (1) bagaimana mengatasi perilaku kekerasan oleh anak, (2) bagaimana mencegah anak-anak melakukan kekerasan, (3) apakah kekerasan yang dilakukan perempuan sebagai bentuk emansipasi untuk persamaan harkat secara sosial. Berikut akan kita bahas satu demi satu.

Kekerasan bentuk apapun dan dilakukan oleh siapapun tidak pernah dibenarkan terjadi. Anak yang melakukan kekerasan sangat mungkin merupakan hasil belajar dari lingkungan karena anak berada dalam tahap meniru. Termasuk pada bagaimana mendidik anak agar menghentikan perilaku kekerasannya adalah dengan cara mendidik tanpa kekerasan. Lingkungan di mana ia tumbuh dan dibesarkan sebaiknya dirubah (diintervensi) sehingga tidak lagi ada perilaku yang dapat dilihat, didengar atau dirasakan anak sebagai tindakan kekerasan. Bagaimana pendidikan yang ia dapatkan di lingkungan rumah memberi kontribusi yang signifikan terhadap perilaku anak. Perlu diingat bahwa kekerasan meliputi kekerasan verbal, sosial, dan psikologis selain bentuk kekerasan fisik. Pendidikan yang tepat juga mutlak diperlukan disamping terbebasnya anak dari lingkungan yang sarat kekerasan. Anak sebaiknya dialihkan perhatiannya ketika sudah terlihat hendak melakukan kekerasan. Beri dukungan dan penghargaan ketika ia mampu menahan dirinya untuk tidak melakukan kekerasan. Ajak anak untuk leluasa mengekspresikan emosinya dan mencari jalan keluar atas persoalannya. Misal ketika ingin menggunakan peralatan bermain yang sedang digunakan temannya, ajari anak untuk mengatakan dengan baik kepada teman. Seperti meminta ijin dulu apakah bisa berbagi di dalam menggunakan, bukannya langsung merebut alat mainan. Atau ketika kesal karena teman tidak juga mau menyingkir ketika diminta berbagi mainan, cobalah anak didorong untuk mengatakan apa yang dia inginkan kepada temannya bukan langsung mengekspresikan melalui cara-cara kekerasan.

Memberikan penguatan negatif ketika anak melakukan perilaku yang tidak tepat juga diperkenankan dalam mendidik anak. Misalnya anak memukul ibu (guru) karena ia kesal, maka guru bisa langsung ganti memukul persis (kadarnya) seperti apa yang dilakukannya ketika memukul ibu. Respon balik ini harus dilakukan seketika setelah ia selesai memukul. Kemudian, tanya kepada anak tersebut bagaimana perasaannya ketika ia memukul serta ketika ada yang balas memukul. Ajak ia memahami bahwa kekerasan hanya akan menimbulkan rasa sakit dan tidak akan menyelesaikan persoalan.

Mendidik anak dengan tepat akan mengoptimalkan perkembangan anak sekaligus menjadikan anak berperilaku tepat serta berkarakter. Hal ini termasuk juga bisa mencegah perilaku kekerasan yang dilakukan anak. Lalu bagaimana caranya? Mengingat anak menghabiskan beberapa jam saja berada di sekolah, maka waktu yang lebih banyak inilah yang sebaiknya lebih diwaspadai. Oleh karenanya berhasil tidaknya pendidikan anak bukan hanya tanggung jawab guru di sekolah. Orang tua justru sebaiknya lebih memperhatikan anak beserta teman/ lingkungan di mana anak biasa berinteraksi. Karena anak lebih mudah meniru maka berilah contoh yang baik pada anak dengan cara orang tua berperilaku seperti yang orang tua inginkan muncul pada anak. Selain dari perilaku orang tua, anak juga bisa meniru dari orang lain yang bisa dia amati sehari-harinya. Contoh perilaku itu bisa diperoleh dari teman, saudara, atau televisi. Oleh karena itu orang tua juga sebaiknya lebih cermat dalam mengkondisikan lingkungan. Selain itu anak juga sebaiknya dibekali dengan pemahaman yang tepat soal perilaku, mana yang boleh ditiru dan mana yang tidak boleh. Sehingga tidak semua perilaku yang dilihat anak bisa dicontoh. Namun tetap diingat sebagai orang tua hendaknya memberikan teladan yang baik bagi anak.

Emansipasi perempuan adalah gerakan perempuan untuk memperjuangkan kesetaraan hak dengan laki-laki sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat yang sama sebagai makhluk dunia serta di hadapan Tuhan. Kesetaraan bukan berarti harus sama antara laki-laki dan perempuan. Perjuangan kesetaraan lebih diartikan pada terbebasnya dari segala bentuk diskriminasi (pembedaan) yang didasarkan pada jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Demikian juga halnya, gerakan emansipasi bukan pula untuk menyamai apa yang sudah dilakukan laki-laki. Persoalannya bukan bersaing untuk mampu melakukan hal yang selama ini dipandang hanya dapat dilakukan oleh laki-laki, namun kepada usaha memiliki ruang untuk dapat melakukan sesuatu yang dapat dilakukan tanpa ada batasan (baca:diskriminasi) jenis kelamin sosial. Cara untuk memperjuangkan kesetaraan melalui jalan yang ramah dan penuh cinta kasih. Seperti sudah disampaikan di awal tulisan ini bahwa kekerasan tetap merupakan perilaku yang salah apapun alasannya. Bahkan ketika dilakukan oleh laki-lakipun bukan berarti kekerasan diperbolehkan.

Demikianlah bu Dina, mendidik anak dengan kasih sayang dan persahabatan akan membuat anak belajar menemukan cinta dalam kehidupannya. Sukses selalu menyertai ibu.