Senam Otak Mampu Menurunkan Kecemasan Menghadapi UN pada Siswa 9A SMPN 2 Yogyakarta

Pada hari Sabtu tanggal 6 Januari 2018, Tim Amazing Point of Balance mengadakan pelatihan yang bertajuk Melepas Stres Menggapai Asa untuk siswa kelas 9A SMPN 2 Yogyakarta. Acara yang diselenggarakan oleh Tim Orang Tua Wali Murid, diikuti oleh 34 siswa dan para orang tua masing-masing.

Acara diawali dengan PACE bersama diiringi lagu tradisional cublak-cublak suweng dipandu oleh Yunita. Gerakan PACE yang dimaksud terdiri dari empat langkah sederhana, yaitu minum air putih, menggosok tulang lunak di bawah tulang selangka, gerak silang, kait rileks 1&2. Usai melakukan PACE barulah pesrta diberi penjelasan mengenai gerakan2 yg mereka lakukan serta manfaat gerakan tersebut di dalam prosses belajar.

Pada awal kehadiran, peserta duduk bergerombol berdekatan di karpet dengan wajah-wajah tegang dan seperti ada rasa takut. Mungkin karena tahu bahwa mereka akan dipandu oleh Psikolog.

Setelah diberi penjelasan dilanjut dengan mengulang PACE ditambah beberapa gerakan seperti titik positif, pompa betis, tombol imbang, 8 tidur serta pijatan telinga. Peserta tampak mulai memahami, tampak lebih santai dan menikmati proses diikuti celoteh-celoteh (atau komentar) khas remaja.

Sesi berikutnya, peserta diajak melakukan gerakan-gerakan sederhana untuk melepas ketegangan dan trauma mengggunakan teknik Trauma and Tension Releasing Exercise (TRE). Dengan wajah yang terlihat penasaran serta diselingi canda tawa, mereka tetap mengikuti panduan instruktur (Agnes) dengan cermat. Pada penghujung sesi TRE, beberapa peserta mengaku merasa nyaman, sangat rileks, dan ringan. “Awalnya rasanya lucu gitu, kok tubuhku gerak-gerak sendiri. Sekarang aku merasa lega banget”, demikian aku salah satu siswi. “Aku dulu punya trauma, sekarang aku merasa biasa-biasa saja pas mengingat kejadiannya”, tutur siswa yang bergetar tubuhnya saat TRE.

Setelah makan siang, dengan diawali PACE terlebih dulu dan membuat 8 tidur, peserta menulis surat kepada orang tua masing-masing. Beberapa peserta terlihat menitikkan air mata kala menulis surat. Surat yang sudah selesai ditulis, dimasukkan dalam amplop lalu disampaikan kepada orang tua masing-masing secara pribadi pada kesempatan yang disediakan. Air mata tumpah mengiringi doa tulus dari orang tua memberi restu kepada anaknya.

Pada sesi terakhir sebagai media evaluasi dari pihak penyelenggara dan sekolah. Wali kelas 9A memuji ide para orang tua yang memilih kegiatan perssiapan UN dengan mengundang tim Amazing Point of Balance. Beliau mengaku acara tersebut sangat luar biasa dampaknya.
Hasil penggukuran kecemasan mengggunakan skala BAI menunjukkan penurunan secara umum sebesar 11% dari sebelum mengikuti sesi dengan setelah seluruh rangkaian sesi berakhir.
Komentar dari wakil orang tua sebagai penyelenggara juga tidak menyangka mendapat pelatihan sebagus itu.
Sebelum acara ditutup, beberapa orang tua mengajukan pertanyaan sebagai pemantik diskusi dengan Tim Amazing Point of Balance. Rata-rata orang tua ingin mengetahui tips bagaimana sebaiknya sikap menghadapi anak remaja mereka menghadapi Ujian Nasional. Lisanias dan Yunita, berusaha menanggapi pertanyaan orang tua wali murid dengan sabar. Akhirnya Lisanias sebagai koordinator Tim Trainer, berpesan agar ketrampilan yang sudah diperoleh sebaiknya dilakukan secara rutin agar didapat hasil optimal.

*) Pengalaman memfasilitasi bersama Tim The Amazing Point of Balance

Tawa yang (Sementara) Hilang

Selasa kemarin, seperti Selasa sebelum-sebelumnya, aku menjadi murid di suatu Klinik Terapi yang digagas oleh seniorku di kampus. Seniorku, sebut saja mbak Lisa, adalah Psikolog yang menekuni Kinesiology sebagai pendekatan dalam proses tritmen. Aku yang belum lama mengenal pendekatan ini, sedang mulai belajar bagaimana mengimplementasikannya.

Salah satu klien yang kami tritmen adalah seorang Eyang berusia 74 tahun. Keluhannya adalah sulit tertawa. Ia mengalami kondisi ini sudah dalam hitungan tahun. Ketika datang ke klinik, ia menunjukkan garis bibir melengkung ke bawah. Ia merasa menjadi sulit menertawakan hal-hal yang dulu membuatnya tertawa. Bahkan, sekedar tersenyum-pun ia merasa sulit.

Metode tritmen yang dilakukan menggunakan Kinesiotherapy. Seperti biasa, tes otot digunakan untuk melakukan asesmen. Karena Eyang sudah sepuh dan cukup lemah untuk melakukan tes otot, apalagi harus melatih tubuhnya agar dapat melakukan tes otot, butuh waktu lebih; maka aku digunakan sebagai media pemeriksanaan kondisi Eyang. Inilah teknik yang disebut surrogate, yaitu menggunakan orang lain untuk mengidentifikasi apa yang terjadai pada klien/pasien. Ketika tubuh saya mewakili Eyang, perasaan Eyang dapat saya rasakan. Saat itu saya merasa dunia suram dan kurang menarik. Rasa hati terasa kelabu (padahal di luar seang cerah sekali cuacanya). Berdasarkan hasil asesmen, diperoleh bahwa Eyang membutuhkan sentuhan di titik sebelah mata kanan dan kiri. Sambil menyentuh kedua titik tersebut, Psikolog meminta Eyang untuk konsentrasi membayangkan hal-hal yang membuatnya hahagia. Kemudian, Eyang mulai menceritakan pengalaman-pengalaman menyenangkan bersama cucu-cucunya. Perlahan, senyuman mulai mengembang di bibir Eyang bahkan dalam beberapa menit Eyang telah dapat tertawa. Kemudian, pijatan ringan dilakukan di betis untuk memanjangkan otot belakang lutut. Otot belakang lutut yang memanjang akan memberikan pesan pada otak bahwa kondisi aman sehingga tubuh diminta untuk rileks.

Setelah tritmen berjalan kira-kira satu setengah jam, wajah Eyang menunjukkan warna yang lebih cerah dibandingkan ketika datang. Bibirnya terus menyungging senyum. Subhanallah, aku semakin yakin bahwa teknik Kinesioterapy bekerja lebih cepat memperbaiki mood daripada menggunakan konseling biasa.

Ketika ‘r’ Dibaca ‘r’

Pada hari Minggu pertengahan bulan ini (Desember 2016), Intan putriku, terlihat bangga dan senang menyadari dirinya sudah bisa mengucapkan huruf ‘r’ dengan benar. Sebelumnya, Intan akan memproduksi bunyi ‘ng’ karena kesulitannya mengucapkan huruf ‘r’. Sebagai contoh, pengucapan ‘kantor’ menjadi ‘kantong’, pengucapan ‘kabar’ menjadi ‘kabang’, atau ‘ular’ menjadi ‘ulang’. Jika huruf ‘r’ berada di tengah kata, maka akan berubah menjadi ‘w’ atau ‘rl’ seperti pengucapan dalam bahasa inggris dimana pengucapan ‘r’ dengan dominasi getaran di lidah menjadi kurang kentara. Sebagai contoh, ‘merah’ menjadi ‘mewah’, putera-puteri menjadi ‘putla-putli’.

Intan tidak mengalami kesulitan mengucapkan huru-huruf lainnya. Sejak usia 9 bulan, ketika ia sudah mulai mengatakan beberapa kata, kata dengan huruf ‘r’ baik di awal, tengah, maupun di akhir menjadi kesulitannya. ‘Mewah’ yang dia ucapkan pada usia 9 bulan tetap dia ucapkan seperti itu pada usia 4 tahun 8 bulan. Bedanya kalau dulu ‘merah’ menjadi ‘miwah’, kalau di usia 4 tahunan menjadi ‘mewah’.

Kami yang mengasuh, merawat, dan setiap hari bersamanya tidak ada satupun yang mengucapkan kata-kata dengan pronunciation salah. Bagaimana bisa Intan mengalami cadel? Menurut cerita ibuku, dulu aku tidak mengalami cadel. Aku terus saja mengajarkan bagaimana pengucapan yang betul kepada Intan, dengan cara mengulang-ulang pengucapan kata yang mengadung ‘r’ dan menunjukkan bagaimana lidahku bergetar untuk dapat menghasilkan bunyi ‘r’ secara sempurna. Namun biasanya ia akan kesal karena (dugaanku) dia tidak mau dipaksa belajar. Kemudian, kukonsultasikan masalahku kepada mitraku, jawaban yang diberikan adalah agar aku tidak perlu khawatir karena kesulitannya mengucapkan ‘r’ tidak menjadi penghambat penguasaan bahasa dan ketrampilannya menjalin komunikasi dengan orang lain. Mendengar jawaban tersebut, aku merasa kurang puas. Menurutku, kemampuan seseorang dapat dioptimalkan. Oleh karena itu jika diketahui ada suatu hambatan maka sebaiknya diupayakan sedini mungkin intervensi dilakukan. Jika dengan intervensi tertentu Intan bisa mengucapkan ‘r’ mengapa ia kubiarkan cadel?

Kuputuskan kucoba ketrampilan yang kuperoleh ketika mengikuti pelatihan ‘Dasar Fisiologi’. Teknisnya adalah menempelkan daguku di ubun-ubun Intan sambil mengucapkan ‘r’ dengan benar. Getaran akan diterima oleh telinga Intan dan memerintahkan otak untuk merekamnya. Pertama kali kulakukan teknik ini, Intan menolaknya karena mungkin dia merasa kurang nyaman. Terus saja kuulangi. Kira-kira hanya 3 kali kulakukan, Intan kemudian mampu mengucapkan bunyi ‘r’ secara bertahap. Waktu yang kubutuhkan kira-kira 1 bulan, namun tidak rutin kulakukan teknik ini. Bisa jadi jika teknik ini kulakukan lebih teratur dan beberapa kali dalam sehari (misalnya 2-3 kali/ hari), mungkin perubahannya akan lebih cepat. Tahap pengucapan ‘r’ pada Intan yang mudah kuamati adalah pada kata putra-putri. Awalnya dia mengucapkan (1) ‘putla-putli’, (2) ‘putrla-putrli’, (3) ‘puthera-putheri’, (4) ‘putra-putri’.

Ketika dia berhasil mengucapkan putra-putri, merah, kantor, pasar, dan kata-kata lainnya dengan huruf ‘r’, dia menceritakan kepada Utinya, Buliknya, Kakung, dan orang-orang di sekitarnya yang ia anggap dekat. Nampak sekali ia bangga dengan kenaikan kelasnya. Aku yang mengamati perubahan posotif tersebut, lebih-lebih lagi merasa puasnya. Alhamdulillah ya Alloh, atas izinmu semua dapat terjadi. Pelatihan yang sangat bermanfaat untuk permasalahan sehari-hari.

Naga Intan di Tiga Tahun

Intan bersama berjemur bersama bonekanya
Intan bersama berjemur bersama bonekanya

Hampir sebulan lalu, Arimbi Naga Intan berusia 3 tahun. Tanggal 13 April 2015, pada hari itu aku berada di Semarang untuk pelatihan penulisan cerita perubahan. Sudah kami agendakan untuk merayakan ulang tahunnya tidak di tanggal tersebut, karena aku sedang di luar kota. Aku dan ibu sepakat untuk menunda perayaan sampai aku tiba di Yogyakarta lagi. Namun, sampai dengan hari ini 12 Mei 2015, belum juga terealisasi keinginan kami. Begitu sibukkah diriku? Padatnya jadwal keluar kota, membawa konsekuensi Intan sering memintaku berganti baju rumahan setiap pagi sebelum aku berangkat kerja, memintaku di rumah berdua dengannya, tiduran dan bersantai.

Diluar rasa prihatinku terhadap peranku yang minim sebagai ibu, ada rasa bangga yang sedikit mengobati kekhawatiranku. Kemarin pagi, Intan memecahkan foto Kakung-Uti yang ditaruh di atas kulkas. Masih kurang terampilnya dia mengambil sedotan yang berada di atas kulkas, membuat foto dinding tersebut jatuh dan berantakan. Kakung marah melihat bingkai foto hancur, menyesali mengapa Intan tidak minta tolong diambilkan. Mungkin Kakung lupa jika Intan selalu ingin mencoba dahulu melakukannya secara mandiri. (Makanya aku akan tanya “butuh bantuan Intan?”, setiap kali ia mencoba hal baru). Singkat cerita, pagi itu suara di rumah menjadi hiruk pikuk dan terdengar beberapa teriakan keras karena Kakung marah. “Nek mau ngomong arep njupuk kan iso tak njupukke”, sesal Kakung. Melihat Kakungnya marah, Intan melihat ke arah Kakungnya, sambil berkata tanpa ada rasa takut “Maas (baca: Maaf) Kung, maas”. Kalimat itu ia ulang hingga 3 kali. “Nanti kan bisa dilem”, imbuhnya ingin memberikan solusi.

Aku geli mendengar kalimatnya pagi itu. Tak lama kemudian, Kakung mendekati Uti, menceritakan bahwa Intan sempat minta maaf kepadanya. Kakung menganggap perilaku tersebut hasil dari pemrosesan antara kognitif, emosi, dan sosial, selain beliau juga merasa perilaku tersebut lucu. Setelah mendengar obrolan antara Kakung dan Uti, aku baru merenung mengenai peristiwa tersebut. Aku baru menyadari bahwa Intan sudah mampu berperilaku asertif. Alhamdulillah, aku merasa satu pendidikan yang telah kami ajarkan bersama berhasil Intan kuasai. Intan ternyata bisa. Aku menjadi percaya diri untuk mengajarkan perilaku-perilaku lain agar ia bisa beradaptasi di lingkungan sosial.

Sepi

Matahari bersinar seperti biasa

Ketika kutatap sinarnya yang nampak di sela dedaunan,

Mengapa aku merasa melihat cahaya suram

Ahh..mungkin karena hatiku yang sedang sedih

Halo hatiku, sudah lama tak kutanya kabarmu

“Aku sedang kangen”, jawaban singkat hati. Lalu ia melanjutkan

“Kangen dengan sentuhan lembut padaku yang bisa mengisi kekosongan”

“Sentuhlah sekarang, bukankah aku terasa dingin?”

“Hampir membeku,

“Aku kangen dengan kehangatan agar dinginnya tubuhku bisa mencair”

“Agar kebencianku bisa lumer dan berganti dengan kesiapan untuk mulai mencintaimu lagi”

Hati lalu terdiam lama, ia terlihat merenung

Kubiarkan saja hati dengan diamnya

 

Mengurus Syarat Nikah, Mudah kok

Mendengar cerita teman yang mau menikah dalam waktu dekat dan mengalami bebarapa hambatan teknis dalam pengurusan administrasi, membuatku merasa penting untuk membagi pengalamanku dalam pengurusan syarat administrasi untuk mendaftar sebagai calon manten. Karena menurutku pengalamanku mengurus mudah dan lancer, maka aku ingin teman-temanku tahu sehingga tidak perlu khawatir ribet dan memakan waktu lama. Cukup cuti sehari, semua sudah beres. Aku akan menikah insya Alloh tanggal 18 Juni 2011 (masih 39 hari lagi), alhamdulillah semua persyaratan administrasi sudah kami (aku bersama mas Anton) selesaikan tanggal 11 April lalu. Terlalu dini mungkin bagi sebagian orang. Mengapa kami melakukannya? Pertama, kami berpendapat bahwa persiapan hendaknya dimulai dan dibereskan mulai dari yang terkait dengan diri kita sendiri dan yang paling penting, barulah lingkaran diperluas dengan memikirkan mengenai hal-hal yang terkait dengan lebih banyak orang. Kedua, karena kami menganggap penting untuk booking waktu akad, sehingga kami ingin jadwal menikah kami sudah antri di urutan pertama. Harapannya petugas KUA akan mendahulukan jika seandainya ada calon manten yang menggunakan waktu yang bersamaan.
Persiapanku kumulai dengan browsing tentang syarat yang diperlukan untuk mendaftar ke KUA. Melalui website yg kutemukan, aku ketahui jika syaratnya untuk masing-masing calon manten yaitu:
1. FC KTP 1 lembar
2. FC Kartu Keluarga 1 lembar
3. Foto berwarna ukuran 2×3 sebanyak 7 lembar dengan background biru
4. FC Akta lahir 1 lembar
5. FC KTP Wali (bagi calon manten perempuan)
6. FC Ijazah terakhir 1 lembar
7. Surat Pengantar dari Ketua RT untuk mendaftar pernikahan ke KUA, yang dicap dari RT sampai dengan Kepala Dukuh di tempat calon manten tinggal
8. Surat Keterangan dari Puskesmas
Setelah kuketahui syarat-syaratnya, maka aku mulai mempersiapkannya. Ini kulakukan sejak 3 bulan sebelum aku menikah. Langkah pertamaku adalah mencari surat pengantar dari RT dan RW. Cap dari pak Dukuh baru bisa diberikan jika aku )sebagai calon manten perempuan) sudah membawa berkas dari calon manten laki-laki. Jika para Ketua RT, RW berada di rumah maka proses ini akan selesai dalam sesore saja. Lalu aku mengafdruk foto. Kebetulan aku sudah punya foto terbaru dengan background biru, sehingga tinggal ku-afdruk saja. Sehari jadi. Selain itu penting untuk mengecek persediaan FC dari beebrapa surat penting yang kusebutkan di atas, jika diperlukan kita harus menggandakan secukupnya, dilebihi jumlahnya juga lebih baik. Tak lupa juga, aku menghubungi mas-ku untuk mempersiapkan syarat administrasi yang harus juga diurus olehnya di tempat tinggalnya. Dia perlu mengurus juga sampai ke Kecamatan lalu disatukan dengan syarat dariku untuk dibawa ke Dukuh. Dalam hal ini, dalam konteks calon manten laki-laki nunut menikah di kediaman calon penganten perempuan.
Oya, baru kuketahui bahwa masa berlaku berkas syarat menikah hanya berlaku selama 100 hari. Sehingga calon manten juga tidak bisa mempersiapkan berkas dan mendaftar terlalu dini karena bisa habis masa berlakunya sebelum hari H. Lalu yang perlu kupersiapkan sejak awal cukup syarat dari nomor 1 – 7, syarat no 8, baru bisa dilakukan setelah mendapatkan pengantar dari Kelurahan.
Untuk keperluan pengurusan mas-ku di domisilinya, aku membekali dengan FC KTP, FC KK, dan FC Wali (Bapak), jumlahnya masing-masing sebanyak 1 lembar. Ketiga lembar ini diperlukan calon manten laki-laki untuk pengurusan administrasi selain syarat dari dirinya pribadi. Setelah pengantar persyaratan di pihak calon manten laki-laki beres, mas Anton menitipkan semua berkas di rumahku agar lebih memudahkan dan antisipasi lupa atau tercecer.
Sampailah saat hari yang kita sepakati untuk mengurus pendaftaran. Berkas-berkas dariku (no. 1 – 7) dan berkas dari mas Anton sudah kusiapkan sejak pagi. Aku ambil cuti sehari. Pagi itu, gerimis sejak subuh. Kalau belum berencana urus ke KUA, aku mungkin akan males keluar rumah hehe. Kami berangkat jam 8.20 dari rumah. Tidak terlalu pagi karena perhitungan Kantor Kelurahan baru buka jam 08.30 dan sering juga lebih siang apalagi kalau gerimis. Waktu berangkat sudah kami perhitungkan karena sebelum ke Kelurahan kami harus ke rumah Pak Kepala Dukuh-ku untuk mendapatkan cap di Surat Pengantar dan mendaftarkan nunut nikah ke Pedukuhan.
Pak Dukuh menyambut kedatangan kami dengan semangat dan langsung mempersilakan kami masuk. Duduk di ruang tamu pendopo rumah beliau yang kadang berfungsi untuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), kami menunggu satu menit sebelum pak Dukuh keluar dengan membawa buku batik. Buku itu rupanya untuk menuliskan data-data mas Anton. Pak Dukuh juga memeriksa kelengkapan berkas kami sebelum dibawa ke kantor Kelurahan. Kira-kira lima belas menit kami di rumah pak Dukuh. Tidak ada biaya administrasi. Perjalanan dilanjutkan ke Kantor Kelurahan. Kami sampai kantor Kelurahan sudah jam 9 kurang dikit. Sudah banyak petugas yang terlihat asyik dengan aktifitas mereka yang tampak tidak terlalu sibuk. Karena aku tidak tahu pasti mana petugas yang melayani pengurusan Surat Pengantar, maka aku langsung masuk di ruangan untuk melayani informasi & bagian pelayanan umum. Berdasarkan petunjuk seorang ibu salah satu staf kelurahan, aku diarahkan ke seorang bapak yang melayani urusan yang kumaksud. Aku serahkan semua berkas kepada beliau. Lalu kami diminta menunggu di kursi tunggu (di luar ruangan). Agak lama kami menunggu di luar, akhirnya kami dipanggil karena sudah selesai. Foto kami ditinggal masing-masing 1 lembar di kelurahan sebagai data. Dari Kelurahan kami dapatkan surat pengantar untuk Periksa Kesehatan di Puskesmas dan Surat penganatar untuk ke KUA. Sebelum pergi, tak lupa membayar biaya administrasi, tarifnya Rp 5.000,- . Prakteknya, kelurahan akan lebih senang jika kita memberi lebih dari lima ribu.
Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 10.10. Kami bergegas menuju Puskesmas, yang kebetulan berada di sebelah kantor Kelurahan, untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Kami mengejar waktu agar masih bisa mendaftar sebelum tutup pendaftaran yang biasanya berakhir jam 11.00. Ternyata, dari petugas Puskesmas kami baru tahu jika pemeriksaan calon manten hanya dilakukan di Puskesmas Kecamatan (pusat), bukan di Puskesmas tingkat Kelurahan.
Tanpa menunggu lagi, kita langsung menuju Puskesmas Berbah (baca: aku tinggal di Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman). Sudah lewat 5 menit dari pukul 10.30 kami baru sampai Puskesmas. Untunglah Puskesmas masih buka pendaftaran. Mas Anton segera menuju meja pendaftaran agar kami segera dapat mendapatkan layanan. Kami diberi lembar pemeriksaan, lalu diminta menunggu di kursi tunggu.
Kubaca lembar pemeriksaan, ada empat pemeriksaan yang mesti dijalani. Pertama, ada cek lab untuk mengetahui Golongan darah, memeriksa kehamilan, dan Hb. Lalu ada pemeriksaan gigi, bertemu psikolog untuk melakukan konseling, kemudian cek kondisi kesehatan secara umum (poli umum). Pemeriksaan pertama, hanya aku yang dipanggil ke ruang KIA. Setelah dipersilakan duduk dan bertanya data diri (umur, golongan darah), kemudian ibu di depanku bertanya “kapan hari pertama haid terakhir?”. Ada kalimat beliau yang sangat berkesan bagiku, “Nanti setelah cek Hb kembali lagi ke sini ya. Kalau hasilnya bagus nanti langsung saja program hamil karena umurnya sudah cukup, kalau Hb-nya rendah maka saya akan memberikan konseling terlebih dahulu”. Umurku sudah cukup? Aku tersenyum. Ini mungkin adalah ungkapan halus dari “aku sudah telat menikah”. Lalu aku diminta ke ruang laboratorium untuk pengecekan darah dan urine. Oleh petugas Laboratorium, darahku diambil untuk mengetahui kadar Haemoglobin. Kebetulan aku sudah tahu Golongan darahku sehingga tidak dilakukan cek ulang. Kemudian aku diminta menampung urine dan dia membekaliku dengan tabung pendek. Kuserahkan tabung berisi usrine lalu testpack dicelupkan ke dalamnya. Kulihat muncul satu garis di sana. Aku menjadi tahu bagaimana melakukan pengecekan kehamilan menggunakan testpack. Petugas laboratrium lalu menuliskan hasil ke secarik kertas dan memintaku untuk kembali ke ruang KIA. Ibu petugas kesehatan tersenyum membaca hasil laborat yng kubawa, ia membacakan hasilnya, “ini hasilnya bagus. Hb nya bagus, 12. Negative. Jadi langsung program hamil saja, kalaupun mau menunda 3-4 bulan saja”. Aku kembali tersenyum, “aku dan mas Anton sudah menyepakati untuk menjalani satu tahun untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian sehingga memutuskan untuk program hamil di tahun ke-2”. Aku kemudian disuntik TT. Penyuntikan dilakukan di lengan kiri atas. Menurut informasi yang kuperoleh dari temna-temanku, pasca suntik biasanya akan mengalami gejala meriang, demam, dan rasa tidak nyaman di tubuh.
Pemeriksaan setelahnya untuk dilakukan kami berdua, yaitu pemeriksaan gigi, bertemu Psikolog, dan ke Poli Umum. Kurasakan banyak keuntungan ketika kami berdua menjalani pemeriksaan bersama. Satu sama lain menjaid tahu kondisi kesehatan masing-masing sehingga kami saling tahu bagaimana menjaga dan mengatasi jika ada masalah kesehatan di kemudian hari. Setelah semua pemeriksaan kami lakukan, barulah Surat Keterangan mendapatkan tanda tangan dan cap dari Puskesmas. Biaya untuk pemeriksaan waktu itu sebesar Rp 62.500,- Petugas resepsionis masih sempat mengingatkan kepadaku agar kembali lagi bulan depan untuk mendapatkan suntikan TT yang kedua. Suntikan TT diberikan 5 kali, pada bulan ke-0 yaitu suntikan pertama (TT 1), TT 2 diberikan 4 minggu setelah TT 1 untuk kekebalan selama 3 tahun, TT 3 diberikan 6 bulan atau lebih setelah TT 2 untuk kekebalan selama 5 tahun, satu tahun kemudian TT 4 untuk 10 tahun, dan setahun kemudian TT 5 untuk kekebalan selama 25 tahun.
Jam sudah menunjukkan pukul 11.35 menit saat kami menuju KUA. Untungnya jarak tempuh hanya memerlukan 3 menit. Kami langsung memasuki ruangan KUA dan menemui seorang petugas di sana. Berkas langsung kuserahkan dan beliau memeriksa kelengkapan dan ketepatan isinya, termasuk menanyakan kebenaran tanggal lahir Bapakku sebagai Wali, beliau sanksi dengan tahun lahir Waliku yang tercetak 1962 secara umurku sudah 29 tahun saat ini. Rupanya banyak dijumpai oleh beliau salah ketik pada Surat Pengantar dari Kelurahan, terutama pada identitas Wali, mungkin ini terjadi karena petugas hanya menggunakan template berkas sebelumnya. Setelah semua persyaratan administrasi dinyatakan beres, beliau mengeluarkan sebuah buku seukuran seperempat halaman A4. Sampul buku bergambar pengantin dengan pakaian muslim, judulnya Keluarga Sakinah. Beliau lalu membuka-buka lembar dalam buku tersebut sambil memberi tausyiah. Cara penyampaian beliau yang mengalir dibarengi dengan bercerita bagaimana beliau menjalani pernikahannya, membuat tausyah tidak memberi kesan menasehati. Aku cukup senang karena beliau punya perspektif gender sehingga mampu menempatkan posisi perempuan dan laki-laki sesuai peran dan tranggung jawabnya tanpa dicampuri keyakinan-keyakinan yang seringkali bias. Alhamdulillah, aku merasa Alloh sengaja mempertemukan kami dengan beliau, sehingga kami mendapatkan bekal yang amat sangat berharga untuk menjadi bekal bagi kami memulai sebuah ibadah panjang tiada berakhir. Ibadah yang tidak mudah dan sederhana. Ibadah yang tidak hanya membutuhkan keluasan ilmu, melainkan juga memerlukan kerendahan hati untuk menerima masukan, fleksibilitas untuk menyelaraskan berbagai kepetingan, kelapangan waktu untuk berbagi, dan keikhlasan untuk menjaga amanah Alloh atas apa yang Alloh percayakan kepada kita (yaitu pasangan, keluarga pasangan, keturunan).
Biaya administrasi pengurusan berkas di KUA sebesar Rp 210.000,- plus harga buku saku Rp 10.000,- sehingga aku membayarkan sejumlah Rp 220.000. Alhamdulillah, tak sampai jam 13.45 semua proses sudah kami selesaikan. Semua lancar, kami merasa banyak kemudahan, kami merasa banyak terbantu oleh siapapun (semua orang) yang terlibat dalam suksesnya agenda kami hari itu. Dan kami juga yakin, kelancaran hari ini juga didukung oleh persiapan yang sudah kamni lakukan sebelumnya. Kami yakin, teman-teman (pembaca) akan bisa memiliki pengalaman positif dalam mempersiapkan pernikahan jika semua agenda dipersiapkan dengan serius dan cermat. Selamat mempersiapkan pernikahan 
Tips:
1. Lembar FC (semua surat-surat penting yang diperlukan) sudah siap sebelum hari yang kita rencanakan untuk mengurus ke KUA
2. Ambil cuti khusus untuk mengurus dari Kelurahan – Puskesmas – KUA, dan pilih antara Senin-Kamis
3. Jika setelah TT terjadi bengkak pada lengan, maka kompreslah dengan air hangat di bagian yang bengkak. Jika demam, maka perbanyak minum air putih.
4. Siapkan uang secukupnya sebelum berangkat.

Last Week in Qoezon City

Today, we learn how to create page on Twitter, Facebook, and WordPress. This activities in order to do advocacy easier to raise wider people know about our organization or our work in advocacy. This is an opportunity to have a great friends and facilitator in three weeks on Isis International Activist School.

Last week on this program, I have learn more about drama (theater) and Information Technology and Communication (ICT). And then, we have to make creation or written on our organizational page/websites. In the beginning I feel hard, but now I feel time go faster and faster. I just have three days left with my friends. I will be missing all of them when I have to leave Bahay ni Isis in 13th November 2010. Sometimes I don’t believe I can involve in Theater Team and create great performance. Our performance tells about adoption a girl. Those story from true story that happen in urban area of China. I’am be a mother who got violence from husband and society. This is my great and first experience can be involved in theater team with another people from other country. No body else can speak in Bahasa, so we do everything in English. So, I force my self to talk and understand as long as we together, even my English is not so good hehehe.

This is my written after nearly one year I haven’t add New Post in this blog. I begin to write again! Oh..After this, may be I up date routinely..I hope. Thank you Lea, Anna, Sabrina, and Christine who help us to enjoy and follow the ICT’s class.

Ingin Anak Jalani Puasa

Dear Pengasuh Buah Hati,
Menjelang bulan Ramadhan, perasaan saya senang sekaligus susah. Bulan Ramadhana dalah momen berharga di setiap buka dan sahur karena saya merasakan bagaimana kebersamaan dengan suami dan anak semakin erat yang hal ini tidak dapat saya nikmati di bulan-bulan yang lain terlebih ketika saya disibukkan dengan pekerjaan. Sisi lain, saya mulai gelisah juga memikirkan anak saya, ia berumur 5 tahun. Sampai tahun lalu, dia belum bisa berpuasa. Keluhan lapar, dan haus selalu membuatnya gagal menuntaskan puasanya seharian. Saya sangat ingin tahun ini anak saya bisa berpuasa lebih-lebih jika bisa sebulan penuh. Bagaimana penyelesaiannya? Terima kasih sebelumnya.
Iin, Piyungan.
Jawab:
Bu Iin yang sedang bersemangat menyambut Ramadhan, saya memahami mengapa ibu gelisah menghadapi tantangan mengajarkan puasa kepada anak. Orang tua tentunya berharap anak-anak mereka mampu menjalankan ibadah dengan sepenuhnya, dan tentu saja dengan hati riang penuh semangat bukan karena terpaksa.
Obrolan seputar Ramadhan ada baiknya mulai dibangun, seperti merencanakan agenda selama Ramadhan bersama anak. Ajak anak membincang hal-hal apa saja yang dia sukai selama Ramadhan. Ini berguna untuk mengetahui hal-hal yang bisa memotivasi anak untuk tetap bersemangat. Boleh juga membicarakan hal-hal yang kurang menyenangkan selama Ramadhan untuk mencari cara agar kita dapat menghindarkan pengalaman yang kurang menyenangkan tersebut berulang atau mencari cara agar anak tidak focus pada hal-hal yang kurang menyenangkan. Misalnya, anak mengeluhkan rasa lapar dan haus ketika puasa. Maka orang tua dapat merencanakan cara/ teknik yang bisa mengalihkan rasa lapar dan haus.
Anak usia 5-7 tahun bisa dilatih untuk tidak makan dan minum setiap 5-6 jam atau sesuaikan dengan kemampuan anak. Jika anak sudah tidak dapatr menahan lapar, maka izinkan dia berbuka lalu melanjutkan puasa lagi. Tambahkan waktu hingga anak bisa menahan makan dan minum hingga Dhuhur tiba. Jika anak sudah mulai terbiasa dan anak merasa tidak terbebani, maka tambahkan lagi waktunya hingga ashar sampai bisa penuh hingga maghrib.
Membangunkan anak untuk sahur memerlukan kesabaran. Hindari membangunkan dengan cara kasar, dan upayakan membuat suasana sahur semenyenangkan mungkin. Orang tua sebaiknya mengkondisikan suasana rumah agar seramah mungkin terhadap anak missal dengan menyetel music anak-anak atau sambil menikmati acara televisi.
Agar anak tidak banyak melihat stimulasi yang membuat anak ingin makan dan minum sebelum waktunya, sebaiknya makanan dan minuman disimpan/ dilenyapkan dari pandnagan anak. Tetap ingat untuk memberikan motivasi kepada anak dan memberikan pemahaman tentang makna berpuasa. Puasa bagi anak lebih bertujuan pada memperkenalkan puasa dan membiasakan, bukan pada tercapainya target kuantitas (bisa seharian penuh atau sebulan penuh). Harapannya, anak dapat menjalankan puasa tanpa paksaan dan seiring waktu dapat memahami makna berpuasa. Jika anak berhasil tidak makan dan minum seusai yang dia rencanakan, berilah anak penghargaan. Atau anak mampu menahan lapar dan dahaga lebih lama dari hari sebelumnya, maka hargai anak dengan hadiah-hadiah kecil, misalnya pujian, berbuka dengan menu yang ia sukai. Bukanlah nilai hadiah namun yang lebih utama adalah penghargaan akan prestasi agar ia semakin bersemangat untuk senantiasa melakukan yang lebih baik.
Menyiasati perhatian anak selama menjalankan puasa bisa dilakukan dengan mengajak anak melakukan kegiatan-kegiatan yang membuat anak focus, missal dengan mengajak anak meronce manik-manik. Ini akan melatih motorik halus, konsentrasi, kesabaran, dan kegigihan anak. Proyek-proyek kecil ini akan membuat anak tidak terasa menghabiskan waktu sambil menunggu berbuka. Hal ini sekaligus menantang orang tua untuk menyiapkan menu-menu yang variatif untuk anak. Jika anak sudah bisa dilibatkan dalam pekerjaan rumah, maka orang tua bisa mengajak anak terlibat untuk menyiapkan menu buka puasa. Berilah anak proyek kecil seperti memasukkan kerupuk dalam toples, menyusun kue dalam baki, atau menyusun buah di meja. Anak akan merasa bangga diberi kepercayaan dan tanggung jawab.
Semoga jawaban saya bisa memberi gambaran kepada ibu bagaimana melatih anak untuk berpuasa. Saya yakin dengan kerjasama yang efektif antara ibu dan suami, akan berhasil mendampingi anak meniti ketaatan kepada ajaran agama serta memahami makna kepedulian terhadap masalah social dengan menjalankan puasa. Salam.

* Dimuat di Harian Radar Jogja Minggu, tanggal 8 Agustus 2010

Menyikapi Kelulusan

Dear Pengasuh Buah Hati
Pengumuman kelulusan yang belum lama ini telah membuat anak saya sedih karena ternyata ia harus ‘mengulang’. Saya menyadari jika nilai yang diraih anak saya memang masih belum mencapai standar sehingga memang ia belum bisa dikatakan ‘lulus’. Padahal saya melihat sendiri anak saya sudah berusaha belajar rajin untuk mempersiapkan ujian nasional. Ia tidak mengenal lelah belajar terutama pada bagian-bagian yang dirasa sulit dan belum dikuasai. Pada try out-try out sebelumnya, ia selalu bisa mencapai nilai yang melebihi standar kelulusan. Oleh karena itu saya juga sangat kecewa ketika mengetahui jika anak saya tidak lulus, hal ini benar-benar di luar dugaan saya. Saya yakin, anak saya juga tidak siap dengan kondisi ini. Dia terlihat shock dengan hasil yang diperoleh. Sepulang dari sekolah, wajahnya masih memperlihatkan kekecewaan. Apalagi ketika ada yang bertanya tentang hasil, ia terlihat marah karena merasa ada yang tidak adil terhadapnya. Saya ingin membuatnya bersemangat lagi. Bagaimana caranya ya? Dia sudah tidak keluar kamar dua hari ini, pada hari pengumuman ia belum mau makan. Sejak kemarin sudah mau makan meskipun sedikit.
Yanti, Janti
Jawaban:
Ibu Yanti, saya mengerti apa yang ibu rasakan ketika menghadapi anak yang sedang sedih, kecewa, dan marah karena ia harus mengulang dalam Ujian Nasional. Dalam situasi yang butuh semangat untuk tetap maju ujian beberapa waktu mendatang, maka langkah yang bisa dilakukan orang tua adalah membesarkan hati anak. Caranya dapat diawali dengan menyediakan diri sebagai pendengar bagi semua perasaan anak. Peristiwa kemarin bukanlah hal yang kecil bagi anak. Bisa jadi ia merasa putus asa karena baginya lulus ujian adalah prestasi yang dapat ia banggakan dan dapat menghantarkan dia meraih cita-cita. Oleh karenanya bisa kita bayangkan betapa kecewa dan sedihnya ia ketika dinyatakan harus mengulang. Melalui mendengarkan, selain membuat ibu lebih memahami berbagai perasaan yang ia alami proses ini akan membantu anak mengurangi beban psikologisnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah belum diperlukan nasehat, sehingga ibu hanya menjadi pendengar aktif yang berempati. Kemudian, ibu bisa mulai merefleksikan perilaku dan tindakannya selama dua hari ini atas kekecewaannya. Upayakan ibu menggunakan kalimat yang menginginkan penjelasan, bukan kalimat penghakiman. Contoh kalimat yang bisa digunakan seperti “…jadi adik merasa sedih, lalu dengan berada di kamar terus apa yang adik rasakan kemudian?” Ketika anak mulai menceritakan pengalamannya selama mengurung diri di kamar, mengisolasi diri, makan tidak teratur, dan tidak peduli dengan kebersihan diri, maka dapat ibu gunakan sebagai pintu masuk mengkonfrontasi perilaku dengan perasaannya. Melalui proses ini diharapkan anak mulai memahami bahwa perilaku-perilakunya sama sekali tidak mendukung dalam mengurangi beban-beban perasaannya. Selain itu bisa juga berguna untuk mengkonfrontasi jika ada pendapat-pendapat anak yang kurang tepat, misalnya anak kadang beranggapan ibu dan bapak akan marah karena ia harus mengulang. Diperlukan pernyataan-pernyataan yang akan membuat anak merasa ia telah mengalami sesuatu yang bisa juga dialami orang lain dan tidak perlu khawatir untuk menghadapinya.
Jika anak mampu melalui tahapan-tahapan tersebut, ajaklah ia menyadari kondisi fisiologisnya lalu segera menindaklanjuti dengan memotivasinya untuk melakukan kebutuhan-kebutuhan primer seperti makan, membersihkan diri, dan istirahat (tidur). Setelah itu, secara fisiologis anak sudah lebih siap diajak berpikir logis seperti mengevaluasi perilakunya pasca membaca pengumuman dan merencanakan langkah selanjutnya. Kemudian, ibu bisa mengajak anak untuk mengkritisi apakah perilaku mengurung diri dan tidak merawat diri akan mengurangi kekecewaannya dan mendukung pada hasil yang lebih baik. Jika langkah ini berhasil, maka ibu sudah hampir sukses membesarkan hati anak tersayang. Anak akan siap diajak untuk merencanakan langkah selanjutnya untuk bersiap menghadapi tes mendatang. Akan lebih baik lagi jika ibu dapat membantunya menyusun rencana agenda sebagai persiapan ujian ulang. Terakhir, yakinkan anak bahwa ia mampu melakukan apa yang sudah ia rencanakan dan harapkan. Dan dukung dia untuk melakukan yang terbaik yang ia mampu lakukan.
Ibu Yanti, upaya ini akan lebih optimal jika dilakukan bersama dengan suami. Perlakuan ini akan membuat anak merasa ia mendapat dukungan untuk berusaha dari lebih banyak orang. Selain itu ia merasa orang tuanya menerima ia apa adanya sehingga tumbuhlah kepercayaan dirinya untuk mengusahakan yang terbaik yang mampu ia lakukan. Demikian bu Yanti, saya yakin ibu mampu melakukannya. Sukses untuk ibu dan putra.

* Dimuat di Harian Radar Jogja Minggu tanggal 13 Juni 2010

Marah di Depan Anak

Dear Rifka Annisa,
Saya ibu dari seorang anak yang genap berusia 2 tahun. Dulu ia adalah anak yang ceria, cepat memahami stimulasi lingkungan, ekspresif dengan perasaannya, serta mudah diberi pengertian. Saya dan suami senantiasa berusaha memberikan yang terbaik untuknya, seperti memilih mainan edukatif, membelikan buku cerita anak, dan memperhatikan makanan baginya agar penuh gizi serta nutrisi, karena kami ingin ia tumbuh optimal menjadi anak yang berprestasi. Bagus, demikian kami memanggilnya, juga termasuk anak yang mudah beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan. Jika ada orang yang baru dikenal, ia bisa menjawab pertanyaan seputar identitas dirinya tanpa rasa malu dan takut. Namun, beberapa minggu belakangan, saya mengamati perubahan pada Bagus. Ia menjadi lebih mudah menangis dan rewel. Saya semakin merasakan kesulitan menghadapi sikapnya yang selalu ingin dituruti semua keinginannya, mudah ngambek, dan menangis, dan sekarang sulit makan. Kami mulai bingung bagaimana cara menghadapi anak kami.

Komunikasi saya dan suami akhir-akhir ini saya rasakan kurang baik. Suami sering mengajak saya bertengkar di epan anak, meski sering saya ingatkan untuk membicarakan permasalahan dengan baik-baik di dalam kamar, tapi dia selalu mengabaikan karena menganggap Bagus belum mengerti. ”Seandainya tahu pun ia juga akan lupa, kan masih kecil”, begitu kata suami.

Apakah relasi saya dengan suami mempengaruhi perilaku Bagus? Saya ingin tahu bagaimana agar Bagus bisa kembali seperti dulu? Terima kasih atas jawabannya.
Santi, Ngawen

Jawab:
Terima kasih bu Santi atas suratnya. Pasti bahagia ya memiliki buah hati yang ceria, responsif, cerdas, dan percaya diri. Saya yakin ibu sudah mempersiapkan yang terbaik untuk Bagus, serta mampu membesarkan anak dengan sebaik-baik perlakuan. Tentu saja hal ini akan lebih baik jika dilakukan bersama suami, artinya ada kerjasama dan kekompakan dalam membesarkan serta mendidik anak.

Usia tiga tahun termasuk dalam golden ages yang mana menjadi momen penting untuk pengoptimalan tumbuh kembang otak anak melalui stimulasi dari lingkungan sekitar. Jika pada tahap ini anak diberi berbagai rangsangan positif, maka akan semakin banyak koneksi antar sel otak yang membuat semakin cepatnya proses pemahaman terhadap sesuatu. Oleh karenanya menjadi hal yang sangat mungkin jika pada usia dini ada anak yang bisa menghafal ratusan negara beserta bendera dan letaknya dalam peta dunia karena ia terus dilatih oleh orang tuanya tentang pengetahuan tersebut. Demikian juga jika anak mendapatkan input negatif, maka ia juga mampu merekam dengan sangat baik, seperti pengalaman buruk termasuk pertengakaran orang tuanya. Ingatan anak akan berpengruh terhadap kondisi emosional dan sosialnya. Termasuk jika anak melihat orang tuanya saling berselisih dan bicara keras, apalagi jika ada kekerasan fisik kepada pasangan. Mengapa hal ini mempengaruhi anak? Orang tua bagi anak adalah sesuatu yang bisa menciptakan rasa aman, terlindungi, dan nyaman. Pelukan, usapan, ucapan lembut menjadi bentuk aktivitas yang memberi kontribusi terciptanya perasaan aman pada anak. Bagus, belajar memperoleh rasa aman dari ibu dan ayahnya sehingga ia memiliki penerimaan pada diri. Penerimaan diri menajdi modal utama untuk percaya diri, mudah beradaptasi, dan toleran terhadap situasi lingkungan yang tidak sesuai dengan harapan (fleksibel). Sikap-sikap ini sudah mulai terlihat pada Bagus. Namun ia segera berubah karena melihat orang tuanya tidak lagi menunjukkan relasi yang baik-baik saja, dalam pengertian anak seusia Bagus. Selama ini anak memahami bahwa orang tuanya mampu memberikan rasa aman karena tidak pernah ada peristiwa yang membuat mereka saling berselisih lalu nampak seperti musuh satu sama lain. Jika hal ini terjadi maka bisa kita prediksikan anak akan merasa tidak nyaman, cemas, takut dan stres. Tentu saja ini berpengaruh pada cara dia merespon lingkungan, misalnya menjadi lebih sulit diberi pengertian sehingga orang tua merasa anak menjadi lebih sulit diatur. Jika kondisi ini berlangsung beberapa waktu, hingga bulanan bahkan sampai menahun, maka dmapak yang lebih buruk akan terjadi.

Hal yang penting juga adalah membicarakan dengan suami mengenai kondisi anak. Ajak suami untuk mencermati perubahan perilaku anak dan mengevaluasi kembali pola komunikasi yang selama ini dilakukan termasuk pengaruhnya terhadap anak. Momen ini juga akan bermanfaat bagi ibu Santi dan suami untuk berlatih membiasakan melakukan pola komunikasi yang sehat dengan pasangan. Ibu juga bisa melihat bagaimana pandangan suami terhadap tumbuh kembang anak dan pendidikan bagi anak. Sebaiknya, ibu dan suami tidak bosan untuk mempelajari keterampilan memecahkan masalah dan ‘bertengkar secara sehat’, agar ibu dan suami dapat menemukan jawaban dari setiap persoalan atau perbedaan pendapat yang muncul tanpa harus saling menyakiti dengan kata-kata kasar yang sekaligus bisa melukai jiwa si kecil yang turut menjadi penonton/ pendengar.

Demikian ibu Santi, semoga ibu dan suami semakin mahir sebagai orang tua yang senantiasa bertumbuh karena tantangan-tantangan yang dihadapi dalam mendidik anak.
Salam hangat, redaksi Buah Hati

Dimuat di Radar Jogja tanggal 7 Februari 2010, Kolom Buah Hati Kita